OBSESI AKHIRAT vs OBSESI DUNIA
Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua
urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan
tunduk. Dan barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan
semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya
sebatas
yang ditakdirkan untuknya.
NIKMAT BAGI ORANG YANG TEROBSESI PADA AKHIRAT
Nikmat di dunia yang Allah hadiahkan kepada orang-orang yang memiliki
obsesi akhirat adalah :
[1] Lancarnya semua urusan
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Ibnu Majah dengan
sanad
shahih.
Barangsiapa akhirat menjadi obsesinya, maka Allah menjadikan semua
urusannya lancar, hatinya kaya dan dunia datang kepadanya dalam keadaan
tunduk. Dan barangsiapa dunia menjadi obsesinya, maka Allah mengacaukan
semua urusannya, menjadikannya miskin dan dunia datang kepadanya
sebatas
yang ditakdirkan untuknya.
[2] Hati yang kaya
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Imam Muslim,
Kekayaan hakiki bukan berarti harta melimpah. Tapi, kekayaan hakiki
ialah
kekayaan hati.
Imam Al Manawi berkata; maksudnya, kekayaan terpuji itu bukan banyak
harta
dan perabotan. Sebab banyak sekali orang dibuat kaya oleh Allah, namun
kekayaannya yang banyak itu tidak bermanfaat baginya dan ia berambisi
menambah kekayaannya, tanpa peduli dari mana sumbernya. Ia seperti
orang
miskin, karena begitu kuat ambisinya. Orang ambisius itu miskin
selama-lamanya.
Di riwayat lain disebutkan kekayaan jiwa. Maksudnya, orang yang punya
kekayaan jiwa merasa tidak membutuhkan jatah rizkinya, menerimanya
dengan
lapang dada, dan ridha dengannya, tanpa memburu dan memintanya dengan
menekan. Barangsiapa dijaga jiwanya dari kerakusan, maka jiwanya
tenteram,
agung, mendapatkan kebersihan, kemuliaan, dan pujian. Itu semua jauh
lebih
banyak ketimbang kekayaan yang diterima orang yg miskin hati. Kekayaan
membuat orang yang miskin hati terpuruk dalam hal-hal hina dan
perbuatan-perbuatan murahan, karena kecilnya obsesi yang ia miliki.
Akibatnya, ia menjadi orang kerdil di mata orang, hina di jiwa mereka,
dan
menjadi orang paling hina. Jika seseorang punya harta yang berlimpah,
namun ia tidak qana’ah (merasa cukup) dengan rizki yang diberikan
Allah
SWT kepadanya, maka ia hidup terengah-tengah seperti binatang buas dan
menjadikan hartanya sebagai Illah baru. Sebenarnya, dia inilah orang
miskin sejati. Sifat qana'ah lebih sering disandangkan kepada mereka
yang
kurang berkecukupan, padahal ternyata sifat qana'ah harus menjadi
perhiasan jiwa semua orang termasuk yang memiliki kelebihan melimpah
ruah.
Nikmat yang selanjutnya adalah
[3] Dunia datang kepadanya
Saat ia lari dari dunia, justru dunia mengejarnya dalam keadaan tunduk.
Seperti yg dikatakan Ibnu Al-jauzi,
Dunia itu bayangan. Jika engkau berpaling dari bayangan, maka bayangan
itu
membuntutimu.. Jika engkau memburu bayangan, maka bayangan menghindar
darimu. Orang zuhud tidak menoleh kepada bayangan dan malah diikuti
bayangan. Sedang orang ambisius (rakus) tidak melihat bayangan setiap
kali
ia menoleh kepadanya.
HUKUMAN BAGI ORANG YANG TEROBSESI DENGAN DUNIA
Orang yang dunia menjadi obsesinya, ia hanya memikirkan dunia, bekerja
karenanya, peduli kepadanya, tidak bahagia kecuali karenanya, tidak
berteman dan memusuhi orang karenanya. Akibatnya, ia dihukum Allah
dengan
tiga hukuman:
[1] Urusannya kacau
Allah SWT mengacaukan semua urusannya. Hatinya menjadi gundah tidak
tenang, pikirannya kacau, jiwanya guncang dan kalut dalam hal yang
sepele.
Allah SWT mengacaukan hartanya, mengacaukan anak-anak dan pasangannya.
Allah SWT membuat manusia antipati kepadanya. Tidak ada seorangpun yang
mencintainya sebab Allah SWT menentukannya dibenci manusia di bumi.
[2] Selalu miskin
Hukuman ini membuatnya selalu tidak puas, padahal memiliki harta
banyak.
Ia senantiasa merasa miskin. Dan itu menjadikannya lari hingga
terengah-engah di belakang harta.
[3] Dunia selalu lari darinya
Ia memburu dunia tapi malah dijauhi dan ia berlari dibelakangnya,
persis
seperti orang yang mengira fatamorgana itu air. Ketika ia tiba di
fatamorgana, ia tidak mendapatkan apa-apa. Inilah yang membuat
’Utsman bin
Affan radhiyallahu ’anhu berkata,
Obsesi dunia itu kegelapan di hati, sedang obsesi kepada akhirat itu
cahaya di hati.
Demikianlah bagaimana yang Allah ganjarkan kepada orang-orang dengan
obsesi akhirat maupun obsesi dunia. Semoga kita termasuk dalam golongan
orang yang terobsesi pada akhirat. Lantas, bagaimanakah ciri-ciri orang
yang terobsesi kepada akhirat?
CIRI-CIRI ORANG YANG TEROBSESI KEPADA AKHIRAT
[1] Sedih karena akhirat.
Rasa sedih ini hadir pada orang-orang yang di hatinya ada rasa takut
kepada Allah, takut pada suatu hari ketika hisab Allah bekerja, maka
mata,
tangan, dan kaki yang akan berbicara tentang amal-amalnya, rasa sedih
ini
yang seringkali kali hadir dalam tangis, maka Allah akan menyelamatkan
mata-mata yang menangis karena takut kepadaNya, rasa sedih dan takut
ini
kemudian menjadikan ia menghisab diri sendiri sebelum datangnya hisab
Allah di akhirat kelak.
[2] Selalu melakukan muhasabah.
Mengevaluasi dirinya sendiri. Umar bin Khaththab radhiyallahu ’anhu
berkata,
’Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab. Timbanglah diri kalian
sebelum kalian ditimbang. Dan, bersiap-siaplah menghadapi hari Kiamat.'
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok
(akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hasyr [59] : ayat 18)
Orang yang berobsesi akhirat akan selalu dalam persiapan menghadapi
akhirat. Dengan demikian, ia akan disibukkan dengan amal-amal kebaikan
untuk mencari ridha Allah.
[3] Selalu beramal untuk akhirat.
Amal shalih bukan hanya shalat, puasa, membaca Al-qur’an dan dzikir,
tapi
amal shalih adalah apa saja yang dicintai Allah Ta’ala. Hal ini
diterangkan dalam Surah Al Baqarah ayat 177.
Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah Timur dan Barat itu suatu
kebajikan,
akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari
kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan
harta
yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang
miskin,
musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang
meminta-minta;
dan (memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat;
dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan
orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam
peperangan.
Mereka itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka itulah
orang-orang yang bertakwa. (QS Al Baqarah [2] : ayat 177)
[4] Tersentuh melihat pemandangan kematian.
Seorang tabi’in Ibrahim An-Nakhai berkata,
'Jika kami datang ke rumah orang yang meninggal atau mendengar ada
orang
yang meninggal dunia, hal itu membekas pada kami hingga berhari-hari,
karena kami tahu ada sesuatu (ajal) datang pada orang tersebut, lalu
membawanya ke surga atau neraka'.
Tentang kematian ini diterangkan dalam Al-Qur’an, di antaranya :
Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah,
sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya. Barang siapa menghendaki
pahala
dunia, niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barang
siapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala
akhirat
itu. Dan kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.
(QS
Ali ‘Imran [3] : ayat 145)
Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka
sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan
dikembalikan kepada (Allah), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata,
lalu Dia beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan". (QS Al
Jumu’ah
[62] : ayat 8)
Demikianlah ciri-ciri orang yang menjadikan akhirat sebagai obsesinya:
sedih karena akhirat, selalu ber-muhasabah, beramal untuk akhirat,
tersentuh karena pemandangan kematian. Orang yang terobsesi pada
akhirat
maka di dunia akan mendapatkan nikmat dilancarkan urusannya, dikayakan
hatinya, dan dunia datang kepadanya dalam keadaan tunduk. Sedangkan
orang
yang menjadikan dunia sebagai obsesinya, maka akan mendapatkan hukuman
berupa kacau urusannya, selalu miskin, dan dunia lari darinya.
Inilah peringatan untuk kita semua (terutama saya sendiri) agar ruang
hati
kita tidak pernah kosong dari Allah; mengingat-Nya, merasakan
kebersamaan-Nya, mengakui kuasa-Nya, tunduk pada-Nya, takut dan harap
hanya kepada-Nya. Namun, seringkali kesibukan duniawi kita membuat kita
lalai kemudian menyempitkan bahkan meniadakan ruang hati kita untuk
Allah,
hati yang sunyi dari mengingat Allah sudah barang tentu akan
mendatangkan
kemurkaan-Nya. Sejatinya hidup di dunia adalah untuk kembali kepada
Allah, sekolah yang nanti raportnya dibagikan di akhirat. Kalau di
dunia
saja, malu, sedih, marah, menyesal luar biasa jika merah raport kita,
bagaimana rasanya jika raport merah itu adalah raport akhirat kita (
na'udzubillahi min dzalik). Mari sama-sama mengevaluasi diri kita,
hari-hari kita, kehidupan kita, mari senantiasa meluruskan niat kita
hanya
kepada Allah, saling menasehati sesama kita, dan berdoa kepada Allah,
memohon ketetapan iman di hati sampai hari penutup kita nanti, Yaa
muqollibalquluub tsabbit qolbiy alaa diinika(Wahai Dzat yang
membolak-balikkan hati, kokohkan hatiku tetap berada di atas agamamu).
Dunia itu tipuan, kesenangannya hanyalah semu belaka.
Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau
belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang
yang
bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?
(QS Al An’am [6] : ayat 32)
Dunia dibanding akhirat di sisi Allah bagaikan seberat sayap nyamuk
atau
setetes air dibanding lautan.
Saya tutup dengan sebuah hadits Rasulullah dan kalam Allah yang mulia
(Surah Al-Kahfi ayat 17).
Ibnu Umar r.a pernah berkata, "Aku pernah menghadap Rasulullah s.a.w
sebagai orang kesepuluh yang datang, lalu salah seorang dari kaum
Anshor
berdiri seraya berkata, "Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling
cerdik dan paling tegas?" Beliau menjawab, "(adalah) Mereka yang paling
banyak mengingat kematian dan paling siap menghadapinya. Mereka itulah
manusia-manusia cerdas; mereka pergi (mati) dengan harga diri dunia dan
kemuliaan akhirat." (HR. Ath-Thabrani, disahihkan al-Munziri).
Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka dialah yang mendapat
petunjuk; dan barangsiapa yang disesatkan-Nya, maka kamu tidak akan
mendapatkan seorang pemimpinpun yang dapat memberi petunjuk kepadanya.
(QS
Al Kahfi [18] : ayat 17)
Allahu a’lam bishshawab wa ’afwu minkum
Hamba Allah fii Solo luqman.abdul.aziz@id.abnamro.com
Date: Tue Apr 29, 2008 8:08 am ((PDT))
0 comments:
Post a Comment